Waduk Jatibarang meskipun baru resmi beroperasi di tahun 2015, namun ternyata sudah mampu memikat mata, dan hati masyarakat Semarang.
Karena kehadiran, serta sejarah Waduk Jatibarang bukan hanya sekedar untuk mengatasi persoalan banjir saja. Namun sekaligus menjadi sebuah destinasi wisata alam, dan wisata keluarga di Semarang.
Waduk Jatibarang menjadi salah satu tempat wisata di Semarang yang nggak boleh dilewatkan. View alamnya yang keren ditambah dengan berpetualang ke Goa Kreo yang bersejarah.
Simak juga: pesona wisata Semarang.
Berikut ulasan Waduk Jatibarang sebagai referensi awal wisata di Semarang, untuk dikunjungi akhir pekan ini atau saat liburan nanti.
Lokasi Waduk Jatibarang
Lokasi Waduk Jatibarang meliputi empat Kelurahan yang ada di dua Kecamatan, kantor administrasinya berlokasi di Jatibarang sedangkan pintu masuk kawasan bendungannya berada di Gunungpati.
Secara administratif berada di Jl. Moch. Ihsan, Jatibarang, Kec. Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah.
Rute Menuju Waduk Jatibarang
Akses menuju Waduk Jatibarang sangat mudah untuk dituju, jalannya pun mulus. Jika kamu bergerak dari arah Bandara Ahmad Yani Semarang sekitar 13 km jauhnya, dengan estimasi waktu yakni 40 menit.
Yakni dengan mengarahkan kendaraan ke arah Kalibanteng kemudian menuju Jl. Abdul Rahman hingga tiba di Gunungpati.
Kemudian kamu akan menemukan sebuah pintu gerbang yang bertuliskan “Desa Wisata Kandri”.
Jam Buka Waduk Jatibarang
Jam operasional Waduk Jatibarang dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 malam.
Harga Tiket Masuk Waduk Jatibarang
- Harga tiket masuk Waduk Jatibarang Rp. 6.500,- per orang
Fasilitas Wisata Waduk Jatibarang
Fasilitas yang ada di sekitar Waduk Jatibarang diantaranya:
- Area parkir yang luas
- Warung-warung makanan dan minuman
- Mushola
- Area pertunjukkan
- Gardu pandang
Sejarah Waduk Jatibarang
Sejarah Waduk Jatibarang terkait erat dengan persoalan banjir di tahun – tahun sebelumnya yang menimpa Semarang, Jawa Tengah.
Rancangan pembangunan Waduk Jatibarang rampung pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1993. Barulah pada tahun 2015, Waduk Jatibarang resmi beroperasi.
Waduk Jatibarang setidaknya memiliki 3 fungsi utama, di antaranya:
- Fungsi konservasi, dan menjamin ketersediaan air bagi kawasan yang dialiri.
- Fungsi sebagai Pembangkit Listrik Hidro Mikro.
- Fungsi sebagai destinasi wisata di Semarang.
Adapun sumber air Waduk Jatibarang berasal dari Kali Kreo, kemudian ditampung di waduk tersebut. Daya tampung Waduk Jatibarang bisa mencapai 20 juta meter kubik.
Daya Tarik Waduk Jatibarang
1. Destinasi Wisata Alam
Waduk Jatibarang merupakan objek wisata yang pengelolaannya oleh swadaya masyarakat. Kawasan Waduk Jatibarang mampu menjelma menjadi destinasi wisata alam yang nyaman bagi semua kalangan, murah – meriah, serta mampu beradaptasi dengan kebutuhan kekinian.
Adapun fasilitas, serta wahana yang tersaji di objek wisata Waduk Jatibarang Semarang adalah sebagai berikut:
- Area taman bunga,
- Speedboat,
- Area camping.
Selain itu, para pengunjung juga bisa berkeliling sekitar Waduk Jatibarang dengan menggunakan perahu yang ada di lokasi tersebut. Para pengunjung akan dilengkapi dengan pelampung saat menjelajah area Waduk Jatibarang.
2. Goa Kreo dan Monyet Ekor Panjang
Daya tarik selanjutnya dari Waduk Jatibarang adalah keberadaan sebuah dan Goa Kreo di tengah-tengah waduk tersebut. Untuk menuju Goa Kreo, anda harus melewati sebuah jembatan yang membentang di atas waduk.
Fasilitas wisata di Goa Kreo juga sudah sangat lengkap, tertata baik, serta menjadi kawasan yang nyaman untuk liburan keluarga di akhir pekan.
Para pengunjung akan menyaksikan banyaknya monyet berekor panjang, dan tidak kurang dari 500 ekor monyet yang ada di kawasan itu.
Wajar saja jika di objek wisata Goa Kreo terdapat patung monyet, yang dilengkapi dengan tulisan sejarah tentang Goa Kreo.
3. Sejarah Goa Kreo
Sejarah Goa Kreo tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan salah-satu Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, yang sedang mencari kayu jati di kawasan tersebut.
Diceritakan bahwa kayu tersebut tersangkut di sungai, kemudian sekawanan monyet membantu Sunan Kalijaga untuk mendapatkan kayu jati yang tersangkut.
Setelah itu, sekawanan monyet tersebut diperintahkan untuk menjaga pulau kecil. Perintah dari Sunan Kalijaga menggunakan istilah “Kreo”, yang berarti menjaga.